Pandangan Hatta tentang Ekonomi Islam

Judul           : Bung Hatta & Ekonomi Islam
Penulis        : Anwar Abbas
Penerbit     : Multi Pressindo, LP3M STIE AD, dan Fakultas Hukum UMJ Jakarta
Edisi            : Agustus 2008
Tebal           : i-i xxiii + 366

Ketika melihat judul buku Bung Hatta dan Ekonomi Islam karya Anwar Abbas ini, tentu kita akan bertanya dimana letak pemikiran Hatta tentang ekonomi Islam? Apakah Hatta secara sepisifik menggunakan terma ekonomi Islam, sehingga penulis berani menyingkapnya dalam sebuah karya yang berasal dari disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini?    


Di antara karya dari penulis tentang Hatta, tidak satu pun yang pernah mengulas tentang perspektif ekonomi Islam Bung Hatta. Padahal jika ditelaah lebih dalam dan tajam terlihat substansi, nilai, dan norma Islam yang terinternalisasi dari berbagai karya beliau. Bahkan lebih jauh dari itu, sikap atau perilaku hidup Hatta yang disiplin, jujur, kritis, ulet, telaten, cerdas, dan futuristik, inheren dalam aktivitas kesehariannya. Jika dilihat dalam pemilahan atau secara kategoris, betul Hatta adalah penganut Islam religius, tanpa terlalu menonjolkan aspek simbolisme. Dalam aspek sosiologis, Hatta dikategorisasikan sebagai penganut sosialisme religius. Bahkan secara akademis, studi penulis lebih menguatkan kesimpulan Nurcholish Madjid dan Sri-Edi Swasono, yang melihat sosok Hatta sebagai sosok yang religius dan bukan sekuler seperti dikemukakan Th. Sumartana, Ricklefs dan Endang Saifuddin Anshari .

Pada aspek filosofis dan teologis, Hatta memandang bahwa perilaku ekonomi manusia harus menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan (ilahiyah) dan kemanusiaan (khalifatullah fil ardh) dengan mengaplikasikan nilai-nilai dasar keadilan, persaudaraan dan kebersamaan ke dalam kehidupan ekonomi yang mereka jalankan. Di samping itu, diperlukan nilai lain berupa nilai-nilai instumental untuk mendukungnya, seperti nilai kerjasama ekonomi khususnya koperasi dan nilai instrumental demokrasi ekonomi serta peran pemerintah bagi terciptanya keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi semua orang.

Arah pemikiran Hatta adalah, bagaimana menegakkan dan menciptakan suatu masyarakat yang baik dan sejahtera. Untuk mencapai arah itu, menurut Hatta, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi: pertama, harus ada jiwa dan semangat tolong menolong antara anggota dan warga masyarakat. Kedua, negara (politik) harus bersifat aktif dan tidak hanya menyerahkan sepenuhnya persoalan ekonomi kepada mekanisme pasar yaitu swasta dan koperasi. Kondisi ini diharapkan bisa menciptakan efisiensi yang tinggi sehingga mampu mengantarkan masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang diharapkannya.

Hatta menganggap bahwa untuk membangun sistem ekonomi dengan beranjak dari sistem keyakinan agama yang dianutnya yaitu sistem keyakinan Islam. Kendati dalam kaitan ini Hatta tidak menggunakan simbol-simbol keislaman, baik dalam tataran terminologi maupun kelembagaannya. Dalam tataran falsafah ekonomi yang dimilikinya, dia melihat bahwa alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan yaitu Allah SWT., Dzat Yang Maha Tunggal.

Dalam pandangan Hatta, alam semesta ini bukanlah milik manusia, tetapi milik absolut Tuhan. Manusia sebagai khalifah-Nya hanya dititipi dan diberi amanat untuk mengelola dan mengambil manfaat darinya. Sebagai konsekuensi logis dari cara pandang demikian, tindakan ekonomi manusia haruslah bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, di sini terlihat bahwa sistem ekonomi yang hendak dikembangkan Hatta adalah sistem ekonomi yang berketuhanan, bukan ekonomi yang menghandalkan kebebasan pasar secara mutlak atau memberikan peran yang terlalu besar kepada negara, sehingga menghilangkan dan merampas kebebasan pribadi dan orang seorang untuk berusaha.

Pemikiran ekonomi Hatta itu jika dilihat dari perspektif Islam secara substansial jelas dapat dikatakan paralel dan kompatibel dengan ajaran Islam. Inilah yang menjadi sorotan buku ini. (aa/was)
kutipan dari http://www.mui.or.id

Artikel yang berkaitan :



0 comments:

Posting Komentar